Sunday, January 30, 2011

tali tuhan


Apapun tentang hidup adalah sesuatu yang kita lakoni sekarang sebagai manusia bernafas. Setiap harinya kita bangun dengan berbagai angan untuk mengisi hari dimuka. Sebelumnya boleh jadi kekecewaan atau kepuasan mewarnai kisah kita yang lalu.
Kali ini tentang seorang anak manusia yang tak begitu beruntung nasib hidup di masa kecilnya, sampai-sampai ia berdoa pada tuhan. Ya Tuhan, berikanah padaku kelak sebua hidup yang mapan dan berkecukupan, karena aku ingin mama hidup bahagia di hari tuanya.
Si anak kecil tadi tumbuh menjadi dewasa, lewat jalan yang tak diduga sekarang ia telah menjadi mahasiswa salah satu perguruan tinggi terkemuka. Gayanya sekarang sama sekali tak memberi tanda masa kecilnya yang harus mencari kayu kehutan menemani ibunya untuk dijual sebagai pembeli lauk setiap harinya.
Kini telah berbeda, pengakuan akan dirinya adalah seseorang yang berpendidikan. Seperti naik tangga ke tingkat diatas dari sebelumnya dalam sebuah strata sosial. Doanya yang dulu telah dikabulkan Tuhan. Ia mapan dan hidup berkecukupan.
Berbeda, biasanya tuhan yang tak kabulkan doa seseorang tapi di kisah ini anak ini mendustai sendiri doanya (walaupun masih atas kehendak Tuhan). Ia memutuskan doanya teerkabul setengahnya saja. Karena mapan dan kecukupan yang ia miliki tak ia sampaikan pada niatan membahagiakan orang tuanya.
Seperti lupa ia dengan masa kecilnya, betapa sering sang bunda berdusta berpura-pura kenyang karena melihat anaknya makan sangat lahap pada makanan yang tersaji di satu piring berdua. Seperti ia mati rasa tak lagi merasakan hangatnya pelukan bunda yang membesarkannya hingga menjadi seperti saat ini.
Ibunya yang sudah renta, didunia lain diseberang sana sedang mengabiskan masa tuanya di rumah saja. Hidup dari belas kasihan tetanga. Air matanya sesekali mengalir membasahi muka keriputnya, karena ingat akan anak tercinta dinegeri orang. Yang ada dalam benaknya rasa khawatir apakah anaknya sehat-sehat saja di negeri orang, apakah anaknya cukup makan di seberang sana.



Tali tuhan.
Ini yang membuat pemuda itu berbeda sekarang. Raganya tetap hidup bahkan lebih sempurna dibandingkan dulu. Tapi tidak pada jiwanya. Jiwanya layu sebagian dan setengahnya kering hinnga mudah hancur hanya dengan sedikit sentilan.
Keningnya tak lagi bertemu sajadah, sujud pada tuhannya. Tak seperti dulu tak perlu dipanggil ia berlari mengambil wudhu saat azan berkumandang di surau samping rumah. Karena dulu ia sangat menunggu waktu berjumpa tuhannya, ia ingin berdoa. Doa yang sama pada lima kali sehari selepas sholatnya. Kini ia yang putuskan doa itu. Ia yang putuskan tali tuhan.
Percayalah, kebahaagiaan itu ada di hati, bukan pada materi.
Ikatkanlah lagi talimu jika sempat ia terlepas, mungkin karena tajamnya pisau dunia.
Kemarin aku melihat anak itu menangis, ia tertunduk di malamnya.

Yogyakarta 3 Januari 2011
manusia itu bertuhan!
pasti kelak ditagih.

Labels: