ramadhan
![]() |
Akhirnya berjumpa lagi dengan bulan suci ini. Bulan yang
setiap orang punya perasaan sendiri-sendiri menyambutnya. Sebahagian bahagia
karena sadar akan ada banyak berkah di dalamnya, barangkali ini yang dirasakan
para ustadz, kiayi dan sebagian kecil umat. Sebagian lagi berat hati karena
harus banyak menahan diri setidaknya untuk kenikmatan makan dan minum di siang
hari. Dan sebahagian lagi yaitu yang merasa bahagia kedatangan ramadhan tapi
tidak benar-benar sepenuh hati, tapi tidak pula berat hati.
Tentang yang ketiga tadi, saya salah satu diantaranya. apa mau dikata begitu adanya. Semoga
kamu adalah termasuk golongan yang pertama. Namun yang lebih penting dari itu
barangkali kita semua satu harapan, Berharap semoga bulan suci ini mensucikan. Kemudian
nanti saat syawal mengganti ramadhan ada rindu yang tak dibuat-buat. Hadir sedih
karena perpisahan, sedih yang sebenar-benarnya.
***
Aku ingat dulu kala masih sekolah di Tsanawiah dan di Asrama
SMA, Ramadhan adalah bulan yang sangat dirindukan. Bangun sahur dan melanjutkan
dengan mengaji hingga pagi adalah rutinitas biasa. Shalat hampir tidak pernah
tidak berjamaah lengkap dengan yang sunnah. Alma’ surat menjadi teman karib
menunggu bedug Magrib berlanjut sampai tarawih berjamaah mencicipi semua masjid
di kawasan sekitar rumah. Lalu kemana dia sekarang?
Aku masih muslim, tidak murtad apalagi hilang yakin akan
keberadaan Tuhan. Shalat lima waktu terus aku dirikan, sesekali berpuasa di Senin dan Kamis. Tapi terasa ada
yang hilang, entah apa, sampai detik ini akupun belum tahu..
Kemudian aku bertanya, bukankah dibanding dulu itu sudah
banyak lagi setelahnya aku belajar. Belajar agama dan hal lain tentang dunia
yang tentu sedikit banyak menyinggung perkara keyakinan. Atau salah yang aku
sedang pelajari dan aku nikmati belakangan ini? Sepertinya tidak...Atau memang
begini jalan mencari ilmu, berliku-berpaku-kadang seperti buntu? Barangkali
iya..
Awal ramadhan ini aku ingin menjumpai itu lagi, ingin
menjemput lagi rasa rindu yang tak dibuat-buat, ingin menikmati lagi rasa
khidmat itu. Ingin sekali.
Kini, Biarlah tersesat ini menjadi tanda bahwa aku sedang
berjalan, dan tentu untuk keluar darinya satu-satunya yang harus aku lakukan
adalah terus berjalan. Menemukan.
Ilmu selalu membukakan cahaya. Tapi, di setiap ujung langkah,
kegelapan mencegatnya. Barangkali itulah yang memungkinkan perjuangan
menjelajahi arasy ilmu dijanjikan akan mengantarkan kita ke keabadian. Sebut:
tuhan.
Pintaku dalam doa ramadhan kali ini..
Allah lembutkanlah hati ini untuk mau menerima ilmu tentang
kebaikan..
Lembutkanlah hati ini untuk merasa dekat dengan kematian..
Karena hari ini aku bingung dengan apa sebenarnya kematian dan apa
sesungguhnya kehidupan. Kehidupan ini makin jelas dengan ketidak jelasannya dan
ketidakjelasannya sangat jelas. Barangkali benar apa yang tertulis di salah
satu lukisan di pameran seni Jogja “ Saksikanlah, kematian
bertebaran dalam kehidupan.”
Hari ini kematian hampir tidak diketahui oleh mereka yang
menyangka tinggal dalam kehidupan. Kematian memang tak terlihat. Ini yang aku
rasakan kini, banyak orang bersorak-sorai di lantai pesta kematian yakni
kehidupan. Merayakan kematian dengan nyanyian-nyanyian pesta.
Orang mencemaskan kematian yakni kehidupan. Bahkan mereka
siap membayar penghindarannya dengan biaya yang muskil, dengan ilmu dan
pembangunan kekayaan yang memperanakkan penindasan dan pembunuhan akan
kehidupan.
Entahlah..
Sebut saja ini celotehan orang bodoh yang sedang tersesat..
Gigauan manusia bodoh yang tak patut di pedomani..
Ramadhan, aku merindukan khidmadmu di
kehidupanku-kematianku..
Dalam sejuk subuh selepas subuh
1 Ramadhan 1433 H
Labels: tuhanku
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home