Saturday, July 21, 2012

ramadhan

Akhirnya berjumpa lagi dengan bulan suci ini. Bulan yang setiap orang punya perasaan sendiri-sendiri menyambutnya. Sebahagian bahagia karena sadar akan ada banyak berkah di dalamnya, barangkali ini yang dirasakan para ustadz, kiayi dan sebagian kecil umat. Sebagian lagi berat hati karena harus banyak menahan diri setidaknya untuk kenikmatan makan dan minum di siang hari. Dan sebahagian lagi yaitu yang merasa bahagia kedatangan ramadhan tapi tidak benar-benar sepenuh hati, tapi tidak pula berat hati.
Tentang yang ketiga tadi, saya salah satu diantaranya. apa mau dikata begitu adanya. Semoga kamu adalah termasuk golongan yang pertama. Namun yang lebih penting dari itu barangkali kita semua satu harapan, Berharap semoga bulan suci ini mensucikan. Kemudian nanti saat syawal mengganti ramadhan ada rindu yang tak dibuat-buat. Hadir sedih karena perpisahan, sedih yang sebenar-benarnya.

***

Aku ingat dulu kala masih sekolah di Tsanawiah dan di Asrama SMA, Ramadhan adalah bulan yang sangat dirindukan. Bangun sahur dan melanjutkan dengan mengaji hingga pagi adalah rutinitas biasa. Shalat hampir tidak pernah tidak berjamaah lengkap dengan yang sunnah. Alma’ surat menjadi teman karib menunggu bedug Magrib berlanjut sampai tarawih berjamaah mencicipi semua masjid di kawasan sekitar rumah. Lalu kemana dia sekarang?

Aku masih muslim, tidak murtad apalagi hilang yakin akan keberadaan Tuhan. Shalat lima waktu terus aku dirikan, sesekali  berpuasa di Senin dan Kamis. Tapi terasa ada yang hilang, entah apa, sampai detik ini akupun belum tahu..

Kemudian aku bertanya, bukankah dibanding dulu itu sudah banyak lagi setelahnya aku belajar. Belajar agama dan hal lain tentang dunia yang tentu sedikit banyak menyinggung perkara keyakinan. Atau salah yang aku sedang pelajari dan aku nikmati belakangan ini? Sepertinya tidak...Atau memang begini jalan mencari ilmu, berliku-berpaku-kadang seperti buntu? Barangkali iya..
Awal ramadhan ini aku ingin menjumpai itu lagi, ingin menjemput lagi rasa rindu yang tak dibuat-buat, ingin menikmati lagi rasa khidmat itu. Ingin sekali.

Kini, Biarlah tersesat ini menjadi tanda bahwa aku sedang berjalan, dan tentu untuk keluar darinya satu-satunya yang harus aku lakukan adalah terus berjalan. Menemukan.
Ilmu selalu membukakan cahaya. Tapi, di setiap ujung langkah, kegelapan mencegatnya. Barangkali itulah yang memungkinkan perjuangan menjelajahi arasy ilmu dijanjikan akan mengantarkan kita ke keabadian. Sebut: tuhan.

Pintaku dalam doa ramadhan kali ini..
Allah lembutkanlah hati ini untuk mau menerima ilmu tentang kebaikan..
Lembutkanlah hati ini untuk merasa dekat dengan kematian..
Karena hari ini aku bingung dengan apa sebenarnya kematian dan apa sesungguhnya kehidupan. Kehidupan ini makin jelas dengan ketidak jelasannya dan ketidakjelasannya sangat jelas. Barangkali benar apa yang tertulis di salah satu lukisan di pameran seni Jogja “ Saksikanlah, kematian bertebaran dalam kehidupan.”

Hari ini kematian hampir tidak diketahui oleh mereka yang menyangka tinggal dalam kehidupan. Kematian memang tak terlihat. Ini yang aku rasakan kini, banyak orang bersorak-sorai di lantai pesta kematian yakni kehidupan. Merayakan kematian dengan nyanyian-nyanyian pesta.

Orang mencemaskan kematian yakni kehidupan. Bahkan mereka siap membayar penghindarannya dengan biaya yang muskil, dengan ilmu dan pembangunan kekayaan yang memperanakkan penindasan dan pembunuhan akan kehidupan.
Entahlah..
Sebut saja ini celotehan orang bodoh yang sedang tersesat..
Gigauan manusia bodoh yang tak patut di pedomani..
Ramadhan, aku merindukan khidmadmu di kehidupanku-kematianku..


Dalam sejuk subuh selepas subuh
1 Ramadhan 1433 H



Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home