Sunday, July 22, 2012

dimana?



Pernah tidak kamu bertanya dalam hati, "mana diriku"?

Atau lebih sederhananya pernah tidak sekelebat hadir pikrian di benak tentang untuk apa sebenarnya kita hidup? tulisan ini bermula dari sapaan kawan lama yang sudah mulai bekerja di salah satu bank swasta.


Dia bilang “Bro, capek juga ternyata lama-lama begini, keliatannya saja keren dan mertua bangga tapi hati ane kosong Bro, piye ki Bro?”

Entahlah maksud dari yang disampaikannya itu sama dengan ribuan pertanyaan yang sering diam-diam masuk ditengah lamunanku. Betapa banyak manusia zaman kini yang lebih menuhankan materi, lebih buruknya lagi dia gunakan patokan ini menilai sesamanya. Seperti lupa kalau hidup berujung mati. Bukan dalam maksud menggurui karena memang tidak pantas diri ini. Tapi coba tanyakan ke hati sendiri-sendiri.


Aku sering sadar merasa berpura-pura dalam hidup. Menampilkan yang tidak sebenarnya dan menikmati pujian yang tentu tidak sepantasnya. Tapi apa mau dikata, manusiaku sering sekali memahfumkannya, bahkan menikmatinya lalu lupa dan mengulanginya.

Dunia hebat sekali menurutku. Dunia dalam artian segenap godaan yang disajikannya. Lihat betapa banyak manusia yang ditipunya, kalaupun terlalu kasar barangkali kata disilaukan rayuan (dunia) tidak berlebihan, aku salah satu diantara yang menikmati kebutaanya.

Sepenuhnya aku dikuasainya. Mulai dari minyak pengkilap rambut yang bila lupa memakainya ada rasa rusak di yakin diri berjalan di keramaian kawan-kawan kampus. Merk baju dan celana yang khawatir diketahui kalau Cuma KW3. Belum lagi nanti.. tentang dimana bekerja, Jakarta? Jogja? jadi apa? Gaji sebulan berapa? Tongkrongannya apa? Apartement mana? Liburan kemana? Banyak lagi dan tentu masing-masing kita punya cerita yang berbeda.

Tentu tak salah kita memperelok tampilan diri, bukti syukur atas karunia jasad dari Tuhan, toh Tuhan juga sebutkan “innallaha jamil wayubbul jamil” yang kurang lebih maknanya Tuhan itu indah dan mencintai keindahan. Dalam pijakan ini tak ada yang salah mendandani diri, rumah dan semua perangkat keduniaan.

Tapi, apakah keberpura-puraan juga dibenarkan..?
Ketidak adilan juga untuk terus dimaklumkan Tuhan..?

Apa adil saat kita sibuk memperelok tampak dunia tapi kikir untuk urusan bertuhan? Tentu salah kalau kita lebih takut masuk kelas dengan baju buruk ketimbang berjumpa Tuhan hanya dengan baju tidur. Tentu tak benar bila kita sebegitu sibuk mempersiapkan diri untuk perhelatan teman dan seadanya saja menghadiri perhelatan Tuhan?

Dimana kita sebarnya. Bukankah digenggaman Tuhan. Seperti kalimat kun fayakun yang sudah sangat akrab ditelinga kita, bahwa Tuhan maha kuasa atas kehendaknya. Kita manusia, rumahnya lupa. Tapi kitapun manusia punya tugas untuk terus mencari dan mengingat.

Sering sekali aku lari dari nasehat kebaikan. Jarang aku ingat lama dan tekun menjalankan agama. Sering melintas tanya tentang “dimana aku?” sesering itu pula aku melupakannya. Keberpura-puraan sepertinya sudah memenangkanku.

Malam ini aku tuliskan pertanyaan yang sering melintas itu setelah membaca pesan pendekmu, semoga aku ingat untuk tidak melupakannya lagi. Aku tetap manusia dan Engkau (Allah) tetap Tuhanku. Terima kasih kawan, sedihmu mengingatkanku. Lekas sembuh.

malam 2 Ramadhan 1433H

pesanmu belum kubalas

Labels: