sia-sia?
Apa tuhan punya motif dalam
mencipta takdir makhluknya?
Pertanyaan ini sekelebat hadir
sore tadi dipikiranku. Berawal dari menjelajahi indahnya sore kota Jogja. Entah
sudah berapa tulisan yang ku awali dengan aktifitas serupa ini. Mau dikata apa,
memang begini kebiasaanku. Sejak dulu.
Sudah menjadi tabiat, saat gelisah memilih menghibur diri
dengan mengitari jalanan, menjelajahi sut kota, melihat hiruk pikuk manusia
dalam ragam kegiatannya atau hanya sekedar duduk di bangku hijau di depan
Benteng Vredeburg. Walau tidak memberi jawaban atas permasaalahan dan bahkan
lebih sering memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru tentang apapun itu yang
terlewati.
Kali ini kalimat itu yang muncul
di benak, Apa tuhan punya motif dalam mencipta takdir makhluknya?
Kata firman disebutkan tiada yang
sia-sia dari yang diciptakanNya. Aku meyakini setiap apa yang dilakukan diri
pasti memiliki tujuan. Begitupun manusia, Semua perbuatan kita memiliki
“supaya...” untuk apa hari ini aku belajar? Supaya terdidik dan mampu mencipta
hidup yang lebih baik. Untuk apa kamu bekerja? “supaya” mendapat hasil dan
dapat menyambung hidup. Dan begitu seterusnya.
Setiap “untuk apa” memiliki
jawaban “supaya”. Kata “supaya” adalah sebuah kata yang menjadikan perbuatan
manusia bermakna. Sedangkan, laku tanpa tujuan laksana kalimat tanpa makna, bak
kulit tanpa isi.
Aku meyakini, bagaimanapun dalam
tiap perbuatan rasionalnya, manusia mempunyai motif dan tujuan. Tiap ada “untuk
apa” selalu ada “supaya”. Bila laku sudah kehilangan “untuk apa” dan “supaya”
maka dia menjadi sia-sia.
Menurutku tak akan pernah ada
perbuatan yang sepenuhnya sia-sia. Hal itu adalah sebuah kemustahilan.
Barangkali ia hanya kan menjadi relatif dengan perbuatan lainnya. Misal,
perbuatan yang dipicu oleh keinginan dan pandangan ilusif tertentu. Karena tak
dikaitkan dengan maksud dan tujuan yang masuk akal kita akan memandangnya
sebagai sia-sia. Jadi, dalam hubungannya dengan pelaku tertentu, perbuatan itu
dilukiskan sebagai sia-sia. Tapi, dalam hubungannya dengan sumber dan subjek
yang relevan tidak melaksanakannya justru akan menjadi sia-sia.
Setidaknya itu keyakinanku.
Barangkali itu yang menjelaskan
kenapa perjalanku tanpa tujuan sore ini dan sore-sore dulu tidak aku rasakan
sebagai kesia-siaan. Walau sering saat aku ceritakan ke beberapa kawan mereka
menyebutku gila atau kurang kerjaan.
Kadang memang ada saat dimana
hanya aku yang benar-benar paham akan apa yang aku lakukan. aku yang paling
tahu itu bertujuan, toh aku hidup bukan dari persepsi sekitaran, aku hidup di takdir
Tuhanku yang lepas dari kesia-siaan.
Labels: tuhanku
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home