Saturday, June 02, 2012

sia-sia?

Apa tuhan punya motif dalam mencipta takdir makhluknya?
Pertanyaan ini sekelebat hadir sore tadi dipikiranku. Berawal dari menjelajahi indahnya sore kota Jogja. Entah sudah berapa tulisan yang ku awali dengan aktifitas serupa ini. Mau dikata apa, memang begini kebiasaanku. Sejak dulu.
Sudah menjadi  tabiat, saat gelisah memilih menghibur diri dengan mengitari jalanan, menjelajahi sut kota, melihat hiruk pikuk manusia dalam ragam kegiatannya atau hanya sekedar duduk di bangku hijau di depan Benteng Vredeburg. Walau tidak memberi jawaban atas permasaalahan dan bahkan lebih sering memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru tentang apapun itu yang terlewati.
Kali ini kalimat itu yang muncul di benak, Apa tuhan punya motif dalam mencipta takdir makhluknya?
Kata firman disebutkan tiada yang sia-sia dari yang diciptakanNya. Aku meyakini setiap apa yang dilakukan diri pasti memiliki tujuan. Begitupun manusia, Semua perbuatan kita memiliki “supaya...” untuk apa hari ini aku belajar? Supaya terdidik dan mampu mencipta hidup yang lebih baik. Untuk apa kamu bekerja? “supaya” mendapat hasil dan dapat menyambung hidup. Dan begitu seterusnya.
Setiap “untuk apa” memiliki jawaban “supaya”. Kata “supaya” adalah sebuah kata yang menjadikan perbuatan manusia bermakna. Sedangkan, laku tanpa tujuan laksana kalimat tanpa makna, bak kulit tanpa isi.
Aku meyakini, bagaimanapun dalam tiap perbuatan rasionalnya, manusia mempunyai motif dan tujuan. Tiap ada “untuk apa” selalu ada “supaya”. Bila laku sudah kehilangan “untuk apa” dan “supaya” maka dia menjadi sia-sia.
Menurutku tak akan pernah ada perbuatan yang sepenuhnya sia-sia. Hal itu adalah sebuah kemustahilan. Barangkali ia hanya kan menjadi relatif dengan perbuatan lainnya. Misal, perbuatan yang dipicu oleh keinginan dan pandangan ilusif tertentu. Karena tak dikaitkan dengan maksud dan tujuan yang masuk akal kita akan memandangnya sebagai sia-sia. Jadi, dalam hubungannya dengan pelaku tertentu, perbuatan itu dilukiskan sebagai sia-sia. Tapi, dalam hubungannya dengan sumber dan subjek yang relevan tidak melaksanakannya justru akan menjadi sia-sia.
Setidaknya itu keyakinanku.
Barangkali itu yang menjelaskan kenapa perjalanku tanpa tujuan sore ini dan sore-sore dulu tidak aku rasakan sebagai kesia-siaan. Walau sering saat aku ceritakan ke beberapa kawan mereka menyebutku gila atau kurang kerjaan.
Kadang memang ada saat dimana hanya aku yang benar-benar paham akan apa yang aku lakukan. aku yang paling tahu itu bertujuan, toh aku hidup bukan dari persepsi sekitaran, aku hidup di takdir Tuhanku yang lepas dari kesia-siaan.

tempat biasa
untuk kesekian kalinya

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home